NUNUKAN – Warga di Daerah Pemilihan (Dapil) IV Kabupaten Nunukan masih menghadapi tantangan besar dalam hal pembangunan infrastruktur.
Anggota DPRD Nunukan, Gat Kaleb, mengungkapkan langsung kondisi tersebut dengan penuh keprihatinan.
Menurut Gat, sebagian besar wilayah di Dapil IV, seperti Krayan dan sekitarnya, masih belum memiliki jalan yang memadai, bahkan, menurutnya, tidak ada satu batu pun jalan yang telah dibangun di banyak daerah.
“Kalau ditanya bagaimana kondisi infrastruktur di Dapil IV, saya jujur saja, sebagian besar jalan itu satu batu pun belum ada,” ujarnya saat ditemui usai Rapat Paripurna Hari Jadi Kabupaten Nunukan ke-26, Minggu (12/10/2025).
Meski Nunukan sudah berusia 26 tahun, Gat menilai pembangunan di wilayah perbatasan ini masih sangat tertinggal, ia membandingkan seperti anak yang sudah berusia 26 tahun tapi belum bisa mandiri karena kurangnya fasilitas dasar.
“Logikanya, kalau anak sudah 26 tahun, mestinya sudah lulus kuliah, bisa kerja, bisa mandiri, bisa berkeluarga. Tapi kalau kita lihat daerah-daerah di perbatasan, masih jauh dari kata mandiri. Jalan belum ada, jembatan belum dibangun, listrik pun belum menyala penuh,” katanya.
Gat juga mengungkapkan kesenjangan besar dalam pembagian anggaran pembangunan.
Menurutnya, daerah-daerah di Dapil IV belum mendapatkan porsi yang layak sehingga sulit mengejar ketertinggalan.
“Kalau Nunukan dapat seribu, mestinya Dapil IV itu dapat lima puluh ribu atau seratus ribu, supaya bisa mengejar ketertinggalan. Tapi sekarang, jangankan seratus ribu, seribu pun belum tentu sampai,” ujarnya.
Meski rapat paripurna dipenuhi semangat dan tepuk tangan, Gat mengaku dirinya tidak ikut larut dalam suasana tersebut.
“Tadi semua orang tepuk tangan, saya tidak. Karena saya merasa belum ada alasan untuk tepuk tangan. Saya masih melihat banyak ketimpangan, masih banyak masyarakat kita yang belum merasakan kehadiran negara,” ucapnya.
Gat juga menyampaikan perjuangannya di Jakarta untuk mengajukan pencabutan moratorium pemekaran wilayah atau Daerah Otonomi Baru (DOB).
Meski demikian, ia menegaskan bahwa yang paling penting saat ini bukan status administratif, melainkan kehadiran negara secara nyata di wilayah perbatasan.
“Kita sedang ajukan judicial review supaya moratorium bisa dicabut. Tapi saya juga bilang, kita tidak mengejar DOB semata. Karena DOB belum tentu menjamin kesejahteraan,” jelasnya.
Bagi Gat, negara harus hadir secara langsung di kampung-kampung, pondok-pondok, sawah, dan wilayah terpencil lainnya. Kehadiran itu bisa dirasakan lewat pembangunan infrastruktur, listrik, sekolah, dan kebutuhan dasar lainnya.
“Negara itu harus hadir di kampung-kampung, di pondok-pondok, di sawah, di hutan, di tempat-tempat terpencil. Kehadiran negara itu bentuknya adalah infrastruktur, listrik, jalan, sekolah, air bersih. Itu yang masyarakat tunggu,” ujarnya.
Sebagai penutup, Gat mengajak pemerintah dan semua pihak untuk mengubah cara pandang terhadap anggaran pembangunan agar lebih berpihak kepada wilayah yang selama ini tertinggal.
“Mindset kita terhadap anggaran harus berpihak. Tanpa keberpihakan yang jelas, tidak akan pernah ada pembangunan yang adil dan merata. Itu yang harus kita ubah bersama,” tutupnya.(*dv)
Discussion about this post