NUNUKAN – Kantor Imigrasi Kelas II TPI Nunukan menegaskan bahwa seluruh proses penanganan terhadap Warga Negara Asing (WNA) di wilayahnya dilakukan sesuai prosedur dan aturan hukum yang berlaku.
Pihak imigrasi juga memastikan bahwa semua biaya yang timbul dalam proses keimigrasian bersifat resmi dan transparan, bukan pungutan liar sebagaimana isu yang diberitakan di media sosial.
Isu yang menerpa Imigrasi Nunukan tersebut muncul setelah sebuah akun Facebook warga Nunukan menuliskan: Untuk seluruh WNA jgn masuk Indonesia tanpa melalui jalur resmi, jika tidak dan tertangkap maka siap2 mati kelaparan dlm tahanan Imigrasi Nunukan, kecuali punya uang RM 300 baru di belikan makanan, pemerintah Indonesia yg di pimpin Prabowo Subianto tidak menanggung makan dan minum tahanan WNA yg masuk Indonesia secara tidak sah, dan jika ingin di deportasi maka siapkan uang pembebasan sebesar 50 jt/org

Menanggapi isi tulisan di akun FB tersebut, Kantor Imigrasi Nunukan memberikan klarifikasi kepada awak media, dengan menggelar konferensi pers pada Jumat (7/11/2025) di Ruang Media Center, Lantai 1 Kantor Imigrasi Nunukan.
Pihak Imigrasi membantah terjadinya pungutan sebagaimana yang disampaikan dalam akun Fb warga nunukan dan menjadi viral.
Untuk kronologisnya, Pemeriksa Keimigrasian Pemula Adli Syahdam Prasetyo menjelaskan berawal bahwa pihaknya memang mengamankan delapan warga negara Malaysia pada akhir Oktober lalu di wilayah Sebatik, proses penanganan dilakukan secara profesional sesuai aturan keimigrasian.
“Sekitar tanggal 22 Oktober kami mengamankan delapan orang di Dermaga Resalo, Sebatik. Mereka baru tiba dan tidak memiliki paspor,” ujar Adli.

Setelah diamankan, para WNA itu dibawa ke Kantor Imigrasi Nunukan untuk diperiksa dan dilakukan pendataan. Pihak Imigrasi kemudian berkoordinasi dengan Konsulat Malaysia di Pontianak guna memastikan identitas mereka.
“Kami kirimkan data mereka ke konsulat, setelah dikonfirmasi bahwa mereka benar warga negara Malaysia, kami meminta penerbitan dokumen emergency passport atau Surat Perakuan Cemas (SPC) agar mereka bisa dipulangkan secara resmi,” jelasnya.
Dari delapan orang tersebut, dua orang sepasang suami istri atas nama Kamarudin dan Esania, memiliki paspor dan langsung dideportasi, sementara enam orang lainnya masih menunggu dokumen dari konsulat sebelum proses pemulangan dilakukan.
Dan menanggapi tudingan adanya permintaan uang kepada WNA, Adli menegaskan Kembali bahwa tidak ada pungutan diluar ketentuan resmi.
“Biaya sebesar Rp 194.000 per orang itu bukan pungutan liar, itu biaya penerbitan dokumen dari pihak Konsulat Malaysia, bukan dari Imigrasi Nunukan,” tegas Adli.
Ia juga menambahkan bahwa selama para WNA berada di ruang detensi, biaya makan mereka ditanggung oleh negara.
“Makanan dan kebutuhan sehari-hari selama mereka berada di ruang detensi sudah ditanggung dari anggaran pemerintah. Kami tidak pernah meminta uang untuk hal-hal yang tidak semestinya,” tegasnya lagi.
Hal senada juga disampaikan Plh Kepala Kantor Imigrasi Nunukan, Hendro Chandra Saragih, S.H., M.H., ia menegaskan bahwa semua proses deportasi dilakukan dengan cara yang terbuka dan humanis.

“Kalau WNA memiliki paspor, proses pemulangannya hanya memerlukan tiket yang ditanggung sendiri, bila tidak mampu, kami bantu koordinasi dengan konsulat atau keluarganya,” kata Hendro.
“Kami pastikan tidak ada permintaan uang di luar ketentuan. Semua berjalan sesuai prosedur,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Teknologi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian, Iwan S.E., juga menegaskan bahwa pihaknya akan menindak tegas apabila ada oknum yang mencoba memanfaatkan situasi.
“Kalau ada yang mengatasnamakan petugas imigrasi dan meminta uang, itu bukan dari kami. Kami akan tindak sesuai aturan yang berlaku,” ujar Iwan.

Iwan juga menyampaikan bahwa pihaknya sedang menelusuri unggahan di media sosial tersebut dan akan berkoordinasi dengan pimpinan untuk langkah hukum berikutnya.
“Kami serahkan kepada pimpinan untuk menilai apakah kasus ini akan dilanjutkan ke ranah hukum atau tidak. Yang jelas, kami tegaskan informasi yang beredar itu tidak benar,” katanya.
Tokoh masyarakat Adat Tidung, Bahrun, yang turut mengikuti proses klarifikasi tersebut, juga membantah adanya pungutan atau permintaan uang sebagaimana ditulis di media sosial.
“Kami dari masyarakat Adat Tidung mengetahui langsung prosesnya, tidak ada permintaan uang sekian puluh juta seperti yang ditulis di Facebook itu,” ujar Bahrun.

Ia menjelaskan dan menegaskan bahwa salah satu dari delapan WNA yang diamankan juga ada dari suku Tidung, sehingga pihaknya mengetahui betul jalannya proses.
“Kami tahu karena salah satu dari mereka adalah orang Tidung juga. Tidak ada pembayaran apa pun di luar prosedur. Semua ditangani baik-baik dan sesuai aturan,” pungkasnya.
Pada kesempatan ini, Kantor Imigrasi Nunukan menghimbau masyarakat agar bijak menyaring informasi dan tidak mudah percaya dengan kabar yang belum terverifikasi.
“Jika ada hal yang ingin dikonfirmasi, silahkan datang langsung ke Kantor Imigrasi atau menghubungi saluran resmi kami,” tutup Hendro.
Dengan klarifikasi ini, Kantor Imigrasi Nunukan berharap masyarakat memahami bahwa semua kegiatan penegakan hukum keimigrasian dilakukan secara profesional, transparan, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. (*dv)











Discussion about this post