Tanjung Selor – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak adalah momen penting dalam sistem demokrasi di Indonesia. Proses ini memungkinkan masyarakat untuk memilih pemimpin daerah mereka secara langsung, sekaligus menegaskan komitmen terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan otonomi daerah.
Pilkada Serentak diadakan berdasarkan amanat undang-undang sebagaimana UU Nomor 32 tahun 2004 yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah yang bertujuan untuk menghadirkan pemimpin yang berkualitas dan representatif. Melalui pemilihan ini, rakyat memiliki hak untuk menentukan arah pembangunan daerah, memilih sosok yang mereka percayai mampu membawa perubahan dan kemajuan
Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Dr. Drs. Marthin Billa, M.M saat memberikan materi melalui Video Conference di Seminar Kebangsaan yang dilaksanakan oleh Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) di Tanjung Selor, Bulungan, Kamis (23/01/2025).
Marthin Billa juga mengungkapkan pentingnya Pilkada Serentak, tidak hanya terletak pada pemilihan pemimpin, tetapi juga dalam meningkatkan partisipasi masyarakat.Dengan memberikan suara, masyarakat dapat mengekspresikan aspirasinya, berkontribusi dalam proses politik, dan membuat suara mereka didengar.
Selain itu, Pilkada Serentak juga diharapkan dapat memperkuat akuntabilitas pemimpin daerah, karena mereka yang terpilih wajib mempertanggungjawabkan kinerja mereka kepada rakyat. Hal ini mendorong transparansi dan integritas dalam penyelenggaraan pemerintahan.
“Secara keseluruhan, Pilkada Serentak merupakan manifestasi dari kedaulatan rakyat, sebagai upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih, berkeadilan, dan memperhatikan kebutuhan masyarakat,” jelasnya.
Namun pria yang juga mantan Bupati Malinau tersebut menilai dalam pelaksanaanya selama ini, Pilkada Serentak masih diwarnai oleh berbagai perilaku dari peserta, Tim Sukses dan simpatisan yang justru semakin menjauhkan dari tujuan Pilkada itu sendiri.
Setidaknya ada 3 hal perbuatan dan perilaku yang menodai cita – cita Demokrasi pada pelaksanaan Pilkada Serentak yakni Kampanye Hitam/Black Campaign atau Kampanye Negatif, Penyebaran Hoaks dan Pragmatisme Politik.
Kampanye Hitam merujuk pada strategi politik yang menggunakan cara-cara tidak etis untuk mendiskreditkan lawan politik. Dalam konteks ini, penyudutan lawan politik sering kali dilakukan dengan isu-isu sensitif, termasuk SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan)
Dampak dari Kampanye Hitam sering kali memperdalam perpecahan dalam masyarakat. Isu SARA dapat memicu kebencian antara kelompok-kelompok yang berbeda, menciptakan ketegangan dan konflik yang dapat merusak keharmonisan sosial.
Praktik Kampanye Hitam juga akan mengalihkan perhatian mayarakat dari isu-isu penting yang sebenarnya perlu dibahas. Dibandingkan dengan membahas program dan visi untuk masyarakat, kampanye semacam ini lebih mengedepankan serangan pribadi.
“Ketika praktik-praktik Kampanye Hitam menjadi umum, kepercayaan masyarakat terhadap politik dan politisi dapat menurun. Hal ini dapat membuat masyarakat apatis terhadap pemilihan umum dan proses demokrasi,” paparnya
Kemudian penyebaran Hoax saat Pilkada sedikit banyak telah mengakibatkan dampak yang serius terhadap hubungan sosial dan situasi politik. Karena masyarakat cenderung terpecah menjadi kelompok-kelompok yang saling berseberangan. Hal Ini dapat memicu konflik antar pendukung calon yang berbeda.
Hoaks sering kali mengandung informasi yang salah atau menyesatkan, yang dapat membuat pemilih kesulitan untuk membuat keputusan yang tepat berdasarkan fakta. Dalam komunitas yang kecil, hoaks dapat merusak hubungan antar individu, teman, atau keluarga yang memiliki pandangan politik yang berbeda.
Sementara Pragmatisme Politik, terutama yang berkaitan dengan politik uang, memang dapat memecah belah masyarakat. Politik uang seringkali menguntungkan kelompok tertentu, meningkatkan ketimpangan ekonomi dan sosial yang bisa memperburuk perpecahan di antara masyarakat
Dalam banyak kasus, politik uang dapat memperkuat politik identitas, di mana kelompok tertentu dibedakan berdasarkan suku, agama, atau ideologi, mengarah pada perpecahan yang lebih dalam.
“Akibat adanya perilaku – perilaku tersebut pada kontestasi Pilkada adalah Polarisasi Politik terhadap Hubungan Sosial terutama di daerah yang masyarakatnya multi kultur seperti di Kalimantan Utara (Kaltara),” ujarnya.
Lebih lanjut Marthin Billa menyebutkan bahwa Polarisasi Politik sangat mungkin akan membawa masyarakat terpecah ke dalam kubu politik yang saling berseberangan. Polarisasi juga dapat sering kali berujung pada konflik verbal atau fisik, kehilangan rasa saling percaya dan kebersamaan dalam masyarakat dan yang paling parah adalah potensi munculnya kelompok ekstrem yang memperuncing perbedaan.
Saat ini dibutuhkan peran semua pihak untuk menghindari polarisasi politik agar tidak semakin meluas (menghentikan polarisasi politik) tersebut. Karena tugas menjaga kondusifitas bukan hanya dibebankan kepada Aparat semata tapi merupakan kewajiban bersama.
Pemerintah memiliki peran penting pasca Pilkada dalam mendorong kebijakan inklusif yang mendukung integrasi sosial. Pemerintah harus menetapkan kebijakan yang memastikan semua kelompok masyarakat memiliki akses yang sama terhadap sumber daya dan kesempatan.
Pemerintah juga harus mengajak masyarakat untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga suara mereka terdengar dan diakomodasi dalam kebijakan yang dihasilkan.
Pemerintah hendaknya juga aktif membuka ruang diskusi untuk menumbuhkan rasa saling memahami antar kelompok masyarakat yang berbeda latar belakang, baik dari segi agama, budaya, maupun ekonomi.
“Pemerintah agar menyediakan program edukasi yang meningkatkan kesadaran akan pentingnya integrasi sosial dan mencegah diskriminasi,” katanya.
Disamping itu, pemerintah juga agar dapar mengembangkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan semua lapisan masyarakat untuk mengurangi kesenjangan sosial. Upaya tersebut akan lebih kuat apabila Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat dan Tokoh Pemuda dapat menjadi mediator dari potensi konflik yang bisa saja terjadi.
Selain itu, Senator yang akrab dipanggil MB tersebut menilai hal yang paling penting yang harus dilakukan oleh semua pihak adalah kembali memegang teguh kearifan lokal sebagai tali pemersatu masyarakat. Harus kembali dihidupkan semangat gotong royong yang merupakan tradisi saling membantu tanpa memandang perbedaan politik atau identitas.
Masyarakat harus mengedepankan toleransi dalam segala hal. Sebagaimana di Kalimantan Utara, harmoni antara suku Dayak, Bugis, Jawa, dan etnis lainnya yang telah terjalin selama ini harus tetap dilestarikan karena mencerminkan nilai toleransi yang kuat
Dalam berbagai penyelesaian persoalan, semua pihak hendaknya tetap menggunakan budaya dialog yang merupakan sarana yang sangat efektif dalam penyelesaian konflik. Dialog juga membuka ruang untuk saling memahami perspektif dan perasaan masing-masing
Dengan dialog maka semua pihak dapat berbicara secara terbuka, ketegangan yang ada dapat berkurang, sehingga suasana menjadi lebih kondusif. Hal tersebut memungkinkan kedua belah pihak berkolaborasi untuk mencari solusi yang saling menguntungkan.
Menurutnya, pendekatan dialogis dapat mencegah eskalasi konflik menjadi kekerasan atau tindakan destruktif lainnya sehingga masyarakat dapat membangun budaya yang lebih positif dan inklusif.
Penerapan budaya dialog dalam berbagai konteks, baik dalam keluarga, komunitas, maupun organisasi, dapat menghasilkan hasil yang lebih baik dan hubungan yang lebih harmonis.
Hendakmya masyarakat tetap menghormati nilai – nilai adat. Karena hukum adat memiliki potensi besar untuk menjadi alat pemersatu dalam masyarakat melalui mekanisme penyelesaian sengketa yang inklusif. Hukum adat juga sering mendorong keadilan restoratif, di mana fokusnya adalah pada pemulihan hubungan antar pihak, bukan hanya hukuman. Pendekatan ini dapat mengurangi konflik dan membantu menguatkan solidaritas sosial.
“Maka dengan kata lain, perilaku masyarakat yang tetap mengedepankan nilai – nilai kearifan lokal akan mampu membendung polarisasi politik yang terjadi pasca Pilkada Serentak 2024 khususnya di Kalimantan Utara dan Indonesia pada umumnya,” tegasnya. (**)
Discussion about this post