NUNUKAN – Suasana di halaman Gedung DPRD Kabupaten Nunukan berubah haru dan hangat saat suara-suara lantang dari mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Peduli Demokrasi Nunukan disambut langsung oleh para anggota dewan, jajaran pemerintah, dan unsur Forkopimda.
Aksi damai ini berlangsung pada Senin siang (1/9/2025), dimulai dari Alun-Alun Kota Nunukan, sebelum massa bergerak menuju kantor wakil rakyat sekitar pukul 14.30 WITA.
Sekitar seratus orang hadir dalam aksi tersebut, dipimpin oleh Muhammad Wan Ismail sebagai koordinator lapangan. Sejumlah tokoh mahasiswa turut menyuarakan keresahan mereka, seperti Andi Baso (HMI), Nuzul (GMNI), Firmanio (LMND), dan Suciwati (BEM STIT Ibnu Khaldun). Turut hadir juga Jefri Lamadike, Ketua PPKK Cabang Nunukan, yang menegaskan bahwa aksi ini bukan hanya bentuk solidaritas terhadap isu nasional, melainkan jeritan nyata dari masyarakat Nunukan.
“Kami ingin bicara soal Pendidikan, Anak-anak di Krayan, Kabudaya, Sebatik, bahkan di Nunukan sendiri, tidak semuanya bisa menikmati pendidikan yang layak. Fasilitas kurang, guru pun masih belum merata,” ucap Jefri di hadapan para pejabat dan anggota DPRD yang menyambut mereka di halaman gedung dewan.
Sebelum menyampaikan tanggapan, suasana menjadi tenang sejenak ketika anggota DPRD Gat Kaleb mengajak seluruh peserta aksi untuk menyanyikan lagu Padamu Negeri bersama-sama.
Lagu kebangsaan itu dinyanyikan dengan penuh semangat dan haru oleh mahasiswa dan para anggota DPRD, menciptakan momen yang tak biasa di tengah aksi unjuk rasa.
“Padamu negeri kami berjanji… padamu negeri kami berbakti…”
Suara itu menggema di halaman gedung dewan dan menandai bahwa perjuangan hari itu dilakukan atas dasar cinta kepada tanah air.
Setelah lagu usai, Gat Kaleb menyampaikan tanggapan yang tulus dan penuh empati, Ia membuka dengan ucapan terima kasih atas kritik dan masukan yang diberikan, bahkan dengan bahasa yang menyentuh hati.
“Kalian sudah datang ke rumah orang tua kalian hari ini, terima kasih sudah mengingatkan kami. Kami disebut babu, kami disebut pelayan, kami disebut tolol, kami disebut bajingan… itu semua lumrah, tapi sesungguhnya kami memang pelayan rakyat,” ujarnya sambil disambut riuh tepuk tangan peserta aksi.
Ia menegaskan bahwa kedaulatan tetap berada di tangan rakyat, sebagaimana diamanatkan UUD.
“Pasal 1 UUD kita jelas, kedaulatan itu di tangan rakyat. Kami ini bukan pemegang daulat, kami hanya mewakili aspirasi. daulat tetap milik rakyat yang memilih. Kami hanya pelayan,” tegasnya.
Menanggapi keluhan soal distribusi tenaga pendidik, Gat menjelaskan bahwa meski belum sempurna, kondisi di Nunukan sudah menunjukkan perbaikan. Proses pengangkatan ASN melalui PPPK masih terus berjalan.
“Saya sepakat 100 persen, percuma kita bicara kualitas pendidikan kalau gurunya kurang dan tidak berkualitas. Guru itu harus mampu mendrive anak-anak agar bisa tahu,” jelasnya.
Ia juga menyebut bahwa pada rapat sebelumnya, dirinya telah meminta agar distribusi guru lebih seimbang, khususnya di wilayah IV seperti Krayan dan Kabudaya.
Dalam kesempatan yang sama, Gat juga meluruskan informasi yang beredar di media sosial terkait tunjangan anggota DPRD Nunukan.
“Tidak benar kami terima tunjangan rumah Rp 20 juta. Yang benar Rp 9,5 juta dikurangi pajak, bersihnya tinggal Rp8.010.000 per bulan. Saya ini sudah enam tahun jadi anggota DPRD, tapi demi Tuhan Yesus saya belum punya rumah di Nunukan, bahkan belum pernah mengajak anak dan istri saya ke Jakarta,” katanya, disambut suasana hening penuh keharuan.
Gat menyebut bahwa gaji pokok anggota DPRD hanyalah Rp1.575.000, sementara uang rapat, meskipun dilakukan berkali-kali, tetap berjumlah Rp157 ribu per bulan.
“Saat saya belum jadi dewan, saya bisa bolak-balik ke Jakarta karena saya jual gaharu. Sekarang setelah jadi dewan, jangankan bolak-balik, mengajak keluarga pun saya tidak mampu,” lanjutnya, yang kembali disambut tepuk tangan dari massa aksi.
Isu kenaikan pajak juga turut disinggung. Gat menjelaskan bahwa kenaikan hanya berlaku untuk nominal pajak di bawah Rp 30 ribu, dan itupun sudah dihentikan oleh Pemerintah Daerah pada 26 Agustus 2025, dua hari setelah surat edaran dari Kementerian Dalam Negeri diterbitkan.
“Bagi masyarakat yang sudah terlanjur bayar, jangan khawatir. Uang itu tidak akan hilang, akan dikonversi ke pembayaran pajak tahun berikutnya. Pemerintah tidak berniat makan uang rakyat,” tegasnya.
Terkait kesejahteraan tenaga kesehatan (nakes), Gat mengakui bahwa tunjangan di Kaltara secara umum memang belum signifikan, tetapi perbedaannya tidak terlalu besar antarwilayah.
Di sisi lain, anggota DPRD Nunukan lainnya, Dr. Andi Mulyono, menyampaikan apresiasi kepada mahasiswa atas cara mereka menyampaikan aspirasi dengan tertib dan bermartabat.

“Terima kasih kepada adindaku semuanya yang telah melakukan penyampaian unjuk rasa dengan baik. No viral, no justice!” ucap Andi disambut teriakan mahasiswa, “Betul!”.
Ia lalu melanjutkan, “Setuju!”.
Dan seketika massa aksi serempak menjawab, “Setujuuuu!”.
Pernyataan itu mengundang gelak tawa ringan namun penuh keakraban di antara peserta dan para pejabat yang hadir, memperlihatkan suasana kekeluargaan dan keterbukaan dalam dialog publik.
Wakil Bupati Nunukan, Hermanus, turut menyampaikan bahwa aspirasi ini akan menjadi catatan penting bagi Pemkab Nunukan. Ia mengapresiasi semangat mahasiswa yang datang dengan cara damai, tertib, dan penuh semangat membangun.
Aksi ini ditutup dengan dialog terbuka antara mahasiswa, DPRD, dan unsur pimpinan daerah. Tidak ada teriakan kebencian, tidak ada kekerasan. Yang ada hanyalah suara rakyat yang ingin didengar dan jawaban dari wakil mereka yang mencoba memberi penjelasan dengan hati.
Hari itu, di Gedung DPRD Nunukan, demokrasi hadir bukan hanya lewat spanduk dan orasi, tapi juga lewat lagu kebangsaan, empati, dan kesediaan untuk mendengar satu sama lain.(*dv)
Discussion about this post