NUNUKAN – Pemerintah Kabupaten Nunukan bersama Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Nunukan menggelar Rapat Evaluasi Pelaksanaan Survei Baseline dan Survei Khusus Monitoring dan Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Tahun 2025 di Café Syen, Kamis (11/12/2025).
Pertemuan ini menghadirkan jajaran pemerintah daerah, SPPG, sekolah, serta para mitra statistik yang selama ini bertugas di lapangan.
Kepala BPS Kabupaten Nunukan, Dr. Iskandar Ahmaddien, SST., S.E., S.H., M.M, dalam paparannya menjelaskan bahwa Program MBG merupakan salah satu dari 77 Proyek Strategis Nasional (PSN) 2025–2029.
Ia menegaskan bahwa program ini tidak hanya bertujuan memenuhi kebutuhan gizi anak sekolah, tetapi juga memperkuat pendidikan, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, dan menekan angka kemiskinan.
“Program ini bukan sekadar makanan bergizi, ini investasi jangka panjang untuk generasi Indonesia Emas 2045. Kami ingin memastikan bahwa pelaksanaannya benar-benar memberikan dampak nyata,” ujarnya.
Iskandar memaparkan bahwa BPS telah melaksanakan dua jenis survey yaitu Survei Baseline dan Survei Khusus.
Survei Baseline dilakukan pada Juli dan November 2025 dengan meneliti 400 rumah tangga panel pada masing-masing periode.
Survei ini menggali perubahan kondisi sosial-ekonomi rumah tangga penerima dan non-penerima MBG.
“Kami ingin melihat bagaimana pola konsumsi berubah, bagaimana belanja rumah tangga bergerak, dan bagaimana literasi gizi meningkat, selain itu, kami juga memetakan dampak ekonomi termasuk pembukaan lapangan kerja dan perputaran rantai pasok,” jelasnya.
Survei Khusus, lanjutnya, menyasar SPPG, supplier, sekolah, hingga rumah tangga dan siswa, data yang dikumpulkan mencakup jumlah porsi yang diterima sekolah, ketepatan waktu layanan, struktur biaya SPPG, kebutuhan bahan baku, hingga tenaga kerja yang terserap.
Meski demikian, Iskandar mengakui bahwa survei di lapangan menghadapi berbagai tantangan, mulai dari responden yang sulit ditemui, perbedaan data NIK, hingga SPPG yang belum memberikan laporan keuangan secara lengkap.
“Kendala ini justru menjadi bahan berharga untuk perbaikan ke depan. Survei dilakukan untuk menghadirkan potret yang objektif agar pemerintah bisa mengambil kebijakan berbasis data,” terangnya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Nunukan, Drs. Raden Iwan Kurniawan, M.AP, menegaskan bahwa pemerintah daerah telah membentuk Satgas Percepatan Implementasi MBG sebagai bentuk komitmen memperkuat pelaksanaan program.
“Konsep MBG ini sangat luar biasa. Kalau dilaksanakan dengan baik di setiap kabupaten, dampaknya luar biasa besar. Bukan hanya anak-anak kita yang sehat, ekonomi daerah juga ikut bergerak,” katanya.
Ia mencontohkan potensi kebutuhan bahan makanan jika seluruh siswa SD di Nunukan, yang jumlahnya sekitar 36 ribu, dapat terlayani.
“Bayangkan berapa besar kebutuhan beras, sayur, telur, ikan, dan daging setiap harinya. Kalau rantai pasok berputar di dalam kabupaten, ekonomi kita juga terangkat,” ucapnya.
Namun Raden Iwan menyoroti masih lemahnya komunikasi antara SPPG, pemerintah daerah, dan instansi terkait.
“Sampai hari ini baru ada sepuluh SPPG yang terdata, koordinasinya belum cantik. Minimal ada grup WA, sebelum operasional, SPPG harus klarifikasi dulu. Kita tidak mau kejadian seperti di Sebatik terulang, ketika ada masalah tapi pemerintah daerah tidak tahu apa-apa,” tegasnya.
Ia mengungkap bahwa hanya dua SPPG yang pernah mengundang pemda saat pelatihan.
“Kami tidak tahu dapur mereka di mana, sekolah mana yang mereka tangani, siapa penerimanya. Ketika ada masalah, pemda yang disalahkan. Ini karena komunikasi yang tidak terbuka,” katanya.
Raden Iwan juga meminta OPD terkait seperti Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan lebih aktif mengawal pelaksanaan.
“Dinas pendidikan harus turun ke lapangan memastikan data sekolah dan cakupan SPPG. Standarnya jarak pengantaran makanan itu 30 kilometer. Kalau lebih, sudah tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Dinas kesehatan juga harus bisa memeriksa dapur SPPG, bukan malah ditolak,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa beberapa kasus keracunan makanan yang pernah terjadi sebelumnya di Sebatik terjadi bukan karena bahan yang buruk, tetapi pola penyajian yang keliru.
“Bersih itu bukan hanya tampak. Kandungan makanan juga harus aman. Kalau ada masalah, pertama yang disalahkan masyarakat ya pemerintah daerah,” kata Raden Iwan.
Menutup arahannya, ia mengajak semua pihak memperkuat sinergi.
“Mari ke depan sama-sama kita perbaiki komunikasi kita, program ini besar, manfaatnya besar, dan tanggung jawabnya juga besar. Kita ingin bukan hanya data yang bagus, tapi pelaksanaan yang bagus,” tutupnya.
Rapat evaluasi yang berlangsung interaktif itu menjadi momentum memperkuat koordinasi antara pemerintah daerah, BPS, sekolah, SPPG, dan para penyedia pangan.
Harapannya, implementasi Program Makan Bergizi Gratis di Nunukan berjalan semakin baik dan memberikan dampak maksimal bagi masyarakat.(*)










Discussion about this post