NUNUKAN – Perubahan atas Perda Kabupaten Nunukan Nomor 16 tahun 2018 tentang Pemberdayaan MHA telah disetujui bersama DPRD dan Pemkab Nunukan.
Dan atas perubahan tersebut, DPRD dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan sepakat untuk menghapus 4 etnis Dayak dalam Perda Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat (MHA).
Disetujuinya bersama penghapusan 4 etnis Dayak tersebut merupakan buntut panjang dari tuntutan masyarakat adat Dayak Tenggalan yang meminta Pemkab Nunukan untuk mengakomodir keberadaan mereka dalam Perda Pemberdayaan MHA.
Dimana dalam Pasal 16 ayat (3) Perda Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan MHA, hanya mengakomodir 4 etnis Dayak dan Tidung. Yang diantaranya Dayak Lundayeh, Dayak Agabag, Tidung, Dayak Tahol, dan Dayak Okolo.
Ketua Bapemperda DPRD Nunukan, Hendrawan mengatakan revisi Raperda Kabupaten Nunukan tentang Perubahan atas Perda Kabupaten Nunukan Nomor 16 tahun 2018 tentang Pemberdayaan MHA telah disetujui bersama Pemkab Nunukan.
“Ini sesuai dengan rujukan undang-undang yang ada, pasal 16 akan dihilangkan. Jadi dalam Perda nanti hanya ada klausul suku Dayak dan suku Tidung,” kata Hendrawan Senin (05/06/2023).
Persetujuan terkait perubahan Perda Kabupaten Nunukan Nomor 16 tahun 2018 itu disampaikan dalam rapat Paripurna ke-7 masa persidangan III tahun sidang 2022-2023.
“Selanjutnya tim hukum pemerintah daerah dan tim hukum DPRD Nunukan nanti akan membahas lebih lanjut lagi. Kami akan analisa berdasarkan rujukan aturan hukum positif,” ujar Hendrawan.
Hendrawan menjelaskan, Bapemperda dan tim harmonisasi produk hukum pemerintah daerah menyetujui perubahan, penambahan, penghapusan dan atau penggabungan sebagian atau seluruh redaksi yang ada dalam Perda Nomor 16 Tahun 2018.
“Raperda perubahan atas Perda Nomor 16 Tahun 2018 itu menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat hukum adat itu sendiri,” ujarnya.
Lebih jauh dirinya menjelaskan, ruang lingkup pemberdayaan MHA meliputi, keberadaan masyarakat hukum adat, kedudukan masyarakat hukum adat, wilayah adat, hak dan kewajiban masyarakat hukum adat.
Lalu, kelembagaan adat, pemberdayaan masyarakat hukum adat, serta tanggung jawab pemerintah dan pendanaan termasuk penyelesaian sengketa.
“Masyarakat dapat dikatakan sebagai masyarakat hukum adat apabila kelompok masyarakat itu terbentuk secara turun temurun. Punya wilayah geografis, ada ikatan pada asal-usul leluhur,” ungkapnya.
“Harus ada hubungan yang erat dengan wilayah, tanah, air, dan sumber daya. Memiliki pranata pemerintah adat dan mempunyai tatanan hukum adat di wilayah adat,” jelasnya. (DV*)
Discussion about this post