NUNUKAN – Program pembinaan kerja yang diikuti Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Nunukan dapat menjadi alternatif usaha yang dikembangkan oleh narapidana setelah kelak Kembali bebas hidup di tengah masyarakat.
Salah satu programnya kegiatan kerajinan membuat batik tulis, WBP yang sebelumnya mengikuti kegiatan ini, tidak memiliki keterampilan keterampilan membatik kini telah memiliki bekal tersebut.
Kepala Lapas Kelas IIB Nunukan, I Wayan Nurastwa Wibawa, menerangkan Setelah mendapat bimbingan dari petugas, menurutnya, sejumlah warga binaan mereka saat ini telah terampil membuat karya batik tulis dengan berbagai motif. Termasuk motif dengan ornamen budaya adat Masyarakat Kalimantan Utara, Lulantatibu yang merupakan akronim dari nama beberapa etnis yang ada di wilayah Kaltara, Lundayeh, Tegalan, Tahol, Tidung dan Bulungan.
Sementara itu Mendampingi Wayan Nurasta, Teknisi Hasil Kerja pada Lapas Kelas IIB Nunukan, Muhammad Arfin mengatakan, WBP yang telah memiliki keterampilan membuat batik tulis yang mereka produksi juga akan mendapatkan bagian penghasilan dari hasil karya mereka yang laku terjual.
“Sebesar tiga puluh lima persen dari hasil penjualan akan diberikan kepada WBP yang mengerjakannya. Nilai tersebut akan dibagi rata kepada rekan-rekan sekelompok pengrajin batik tersebut,” terang Alfin.
WBP Lapas Kelas IIB Nunukan yang memilih program membatik sebagai kegiatan selama menjadi warga binaan, membenarkan jika keterampilan yang mereka dapatkan hasil bimbingan petugas saat ini dapat menjadi alternatif usaha setelah selesai menjalani masa pidananya kelak.
Dua diantara WBP meyakini keterampilan membuat batik tulis yang telah mereka miliki nantinya dapat dijadikan pilihan usaha adalah Rus (35), terpidana kasus narkoba, serta Yul dengan kasus serupa .
Rus, yang mengaku sebelum berstatus sebagai warga binaan adalah montir pada sebuah bengkel sepeda motor memberikan alasan memilih kegiatan kerja membuat batik karena dia memang memiliki kemampuan dasar melukis menggunakan teknik air brush.
“Setelah menjalani hidup sebagai warga binaan, kebetulan di Lapas Nunukan ada kegiatan kerja membuat batik, saya memilih program bimbingan kerja tersebut sebagai kegiatan keseharian karena tidak terlalu jauh dengan kebisaan saya melukis menggunakan tehnik air brush,” terang Rus.
Pria yang saat diwawancarai mengaku telah menjalani masa pidananya selama 4 tahun 8 bulan ini kemudian menyadari bahwa keterampilan membuat batik tulis yang telah dia dapatkan itu, kelak bisa menjadi usaha yang dikembangkan saat order melukis air brush sedang kosong.
Berbeda dengan Yul, warga Kota Tarakan yang saat pertama kali tercatat sebagai WBP di Lapas Nunukan merupakan seorang ibu rumah tangga (IRT) tidak memiliki keterampilan kerja.
“Begitu masuk Lapas, saya diberitahukan oleh petugas ada beberapa program kegiatan latihan kerja yang dapat diikuti warga binaan sebagai bentuk pembinaan,” terang Yul.
Dari sekian kegiatan program kerja tersebut, lanjutnya, ternyata dia tertarik dan memilih mengikuti pelatihan membuat batik tulis.
Menurut wanita yang telah melewati masa pidananya selama 3 tahun 2 bulan di Lapas Nunukan ini dia sudah terampil menggunakan alat canting untuk mengukirkan cairan malam pada bidang kain yang akan dibatik.
“Saat bebas nanti saya punya keinginan untuk mengembangkannya sebagai usaha. Apalagi penggunaan busana batik yang dianjurkan pemerintah semakin meluas di tengah Masyarakat”. Imbuh Rul.(mld-DV*)
Discussion about this post