2 Raperda Inisiatif Diajukan DPRD Nunukan Dalam Paripurna
NUNUKAN – DPRD Nunukan telah mengajukan dua Raperda inisiatif dalam rapat Paripurna ke-11 masa persidangan IV tahun sidang 2022-2023, beberapa waktu lalu.
Dua Raperda inisiatif tersebut adalah Raperda penyelenggaraan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil. Lalu Raperda tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Nikmah, Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), mengaku mereka telah merampungkan dua Raperda tersebut. Namun baru dapat diajukan pada sidang Paripurna DPRD Nunukan.
“Kami menilai perlu ada pembaharuan terhadap Perda. Baik itu menambah, mengubah maupun mencabut beberapa Perda yang dianggap sudah tidak relevan lagi dengan kondisi di Nunukan. Tentu hal ini juga sejalan dengan pembaharuan produk perundang-undangan secara nasional,” ungkap Nikmah, Jumat (21/07/2023).
Nikmah menyampaikan terkait kependudukan merupakan basis utama dan fokus dari segala persoalan pembangunan baik daerah maupun nasional.
“hampir semua kegiatan pembangunan baik yang bersifat sektoral maupun yang bersifat lintas sektoral harus terarah dan berkaitan dengan penduduk”,ujarnya.
“Dalam hal ini Penduduk harus jadi subjek utama sekaligus objek utama pembangunan. Kemudahan bagi penduduk untuk memperoleh akses pelayanan bidang kependudukan dan pencatatan sipil merupakan salah satu indikator keberhasilan pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum kepada warganya,” tambahnya.
Menurut Nikmah, dalam sebuah organisasi pemerintah, pelayanan yang diberikan kepada masyarakat merupakan tujuan utama yang mustahil untuk dihindari. Lantaran sudah menjadi kewajiban dalam menyelenggarakan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
“Sepatutnya pemerintah berupaya untuk mencari solusi atas setiap masalah yang sering dihadapi. Termasuk kendala internal yang bersumber dari instansi pemerintah itu sendiri maupun kendala yang datangnya dari masyarakat,” ungkapnya.
Berikutnya, soal Raperda tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan ia menuturkan bahwa pertumbuhan penduduk pada suatu wilayah sangat berpengaruh terhadap meningkatnya alih fungsi lahan. Peningkatan jumlah penduduk harus selaras dengan meningkatnya kebutuhan akan lahan terbangun.
“Saat ini permintaan akan lahan meningkat, sementara ketersediaan lahan tidak berubah. Hal ini tentu berdampak pada sumberdaya lahan yang terbatas. Belum lagi pertumbuhan penduduk yang tinggi membuat nilai lahan tumbuh setiap tahunnya,” ujar Nikmah.
Menurut Nikmal, kondisi ini dapat mengakibatkan nilai lahan antar sektor dikontestasikan. Ia mencontohkan nilai lahan untuk pertanian yang dibandingkan dengan nilai lahan untuk properti atau perumahan, dan industri.
“Nilai lahan untuk industri dan perumahan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai lahan untuk pertanian khususnya sawah. Itu karena manfaat langsung yang diterima nilai lahan pertanian lebih kecil, maka konversi lahan akan lebih mudah terjadi,” ungkapnya.
“Masifnya konversi lahan pertanian dapat mengancam ketahanan pangan,” tambahnya.
Ia pun menyebut masalah alih fungsi lahan pertanian terjadi di berbagai daerah, termasuk Kabupaten Nunukan. Banyak areal persawahan terbengkalai karena alih fungsi lahan persawahan menjadi perkebunan sawit.
Sehingga saat ini diperlukan upaya pengendalian yang dapat mengontrol laju alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian.
Upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian dan perlindungan terhadap lahan pertanian produktif perlu didukung oleh suatu Perda yang dapat menjamin tersedianya lahan pertanian yang cukup.
Sehingga diharapkan mampu mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian secara tidak terkendali dan menjamin akses masyarakat petani terhadap lahan pertanian yang tersedia.
“ini berimplikasi terhadap kecendrungan turunnya produksi beras dikarenakan banyaknya petani yang beralih profesi menjadi pembudi daya rumput laut dan petani sawit,” ungkap Nikmah.
Discussion about this post