NUNUKAN – Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Nunukan, Ryan Antoni, menyuarakan kegelisahan masyarakat Krayan terkait kondisi infrastruktur yang dinilai semakin mengkhawatirkan.
Dalam rapat pembahasan anggaran tahun 2026 dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penata Ruang, Rabu (26/11/2025), perangkat daerah, ia menyoroti kondisi Jembatan Rurum Do, satu-satunya akses menuju Desa Wa’ Yagung, yang hingga kini belum ditangani secara serius.
“Jembatan Rurum Do itu satu-satunya jalan masuk ke desa kami, jembatan akses masuk ke 11 desa dan paling terakhir adalah desa Wa’ Yagung, Kalau sampai rubuh, warga Wa’ Yagung terisolasi total. Saya tidak ingin ada korban baru kita bergerak,” ujarnya.
Ryan menegaskan bahwa desa-desa terpencil seperti Wa’ Yagung tidak boleh terus-menerus menjadi korban ketidakadilan pembangunan.
Menurutnya, warga di daerah jauh dari pusat pemerintahan justru membutuhkan perhatian lebih karena keterbatasan fasilitas dan akses.

Selain Jembatan Rurum Do, ia juga menyoroti Jembatan Simpang Lembudud dan Kurid di Kecamatan Krayan Barat, yang dibangun hanya dengan dana pemeliharaan sehingga sifatnya darurat, kini kondisinya mulai rusak dan membahayakan warga.
“Karena anggaran kecil, jembatan itu dibangun darurat, sekarang kondisinya sudah mau Jabuk-jabuk, tidak bisa kita biarkan masyarakat lewat jembatan seperti itu,” tambahnya.
Ryan juga menjelaskan bahwa persoalan lain yang semakin menekan warga Krayan adalah banjir yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Ia menyebut bahwa pertumbuhan penduduk, pembukaan lahan, dan deforestasi memicu pendangkalan sungai sehingga air lebih mudah meluap.
“Sungai-sungai di sana sudah mulai dangkal, dulu waktu kecil saya mandi di sungai, kedalamannya bisa sepinggang orang dewasa, sekarang mungkin tinggal satu setengah meter. Ini tanda bahwa pendangkalan benar-benar terjadi,” katanya.
Ia menekankan perlunya pemeliharaan sungai secara berkala serta penanganan pendangkalan agar banjir tidak semakin buruk.
Ryan juga menyoroti kondisi Desa Wa’ Yagung, wilayah yang hampir setiap tahun mengalami banjir parah dan merusak sawah maupun rumah warga.
“Wa”Yagung itu selalu mengusulkan pembangunan beronjong setiap musrenbang, tapi tidak pernah terealisasi. Tolong ini benar-benar diperhatikan karena mereka sangat terdampak,” tegasnya.
Menurut Ryan, apa yang ia sampaikan bukan sekadar kritik, melainkan bentuk tanggung jawab sebagai wakil rakyat yang lahir dan besar di Krayan.
Ia menutup penyampaiannya dengan pesan agar pembangunan dilakukan secara manusiawi dan melihat kebutuhan masyarakat yang paling mendesak.
“Saya hanya ingin kita membangun dengan hati. Bukan karena kedekatan atau kepentingan, tapi karena memang ada warga yang membutuhkan,” imbuhnya.
Suara Ryan ini menjadi pengingat bahwa pembangunan di wilayah perbatasan seperti Krayan memerlukan komitmen nyata.
Infrastruktur yang layak bukan hanya kebutuhan, tetapi juga hak masyarakat yang telah lama menunggu perhatian dari pemerintah.(*)











Discussion about this post